SIMAK BACA TULIS

Minggu, 15 Februari 2015

Kurang Aso 60
Solok Selatan terkenal dengan sebutan “Alam Surambi Sungai Pagu”. Salah satu kecamatan di kabupaten ini bernama Kecamatan Sungai Pagu yang disebut orang Alam Surambi Sungai Pagu. Salah satu bangunan bersejarah dari daerah ini adalah Mesjid kuno yang diberi nama oleh masyarakatnya ”Mesjid Kurang Aso 60”. Untuk mengetahui bagaimana sejarah berdirinya mesjid ini ikutilah jejak sejarah berikut ini.
Mesjid Kurang Aso 60 yang berada di kecamatan Sungai Pagu, kenagarian Pasir Talang dianggap sebagai bangunan pertama di alam Surambi Sungai Pagu. Menurut catatan sejarah, mesjid ini dibangun sekitar 200 tahun yang lalu oleh para ninik mamak. Pada awalnya ninik mamak ini berjumlah 60 orang, akan tetapi di dalam perjalanan mereka menuju tempat ini salah seorang dari ninik mamak tersebut meninggal dunia. Sehingga jumlahnya menjadi 59 orang. Itulah yang disebut dengan ”Kurang Aso 60”, maksudnya kurang satu dari 60 orang. Pemberian nama kurang aso 60 dimaksudkan untuk mengenang ninik mamak yang meninggal di perjalanan tadi.
Sampai sekarang belum didapat kepastian kapan dibangunnya mesjid ini. Ada yang berpendapat tahun 1988 H, tahun 1025 H, tahun 1496 H, bahkan ada juga yang berpendapat tahun 1592 H. Pada awalnya mesjid ini beratapkan ijuk dan bertingkat empat yang melambangkan suku ampek, koto ampek, dan rajo ampek. Dindingnya terbuat dari papan yang penuh dengan ukiran bunga teratai kombinasi dengan tabung mambacuik.
Panjang mesjid Kurang Aso 60 ini 15,5 x 14 m dan di belakang mihrabnya terdapat makam Syeh Maulana Syofi dengan ukuran makam 4 x 2,7 m. Syeh Maulana Syofi adalah orang yang menyebarkan agama islam di daerah Sungai Pagu. Beliau salah satu dari rombongan ninik mamak yang berjumlah 60 orang tadi. Masyarakat Sungai Pagu menganggap mesjid ini keramat, tidak boleh sembarangan orang yang memasukinya. Bangunan Masjid Kurang Aso 60 yang memiliki model campuran Arsitektur Hindu-Jawa (atap Joglo), Klenteng Cina (lengkung jurai atap) dan dipadu dengan Arsitektur tradisional Minangkabau.
Satu hal yang harus diingat adalah orang yang memasuki mesjid kuno tersebut tidak boleh berkata-kata kotor dan bersikap takabur. Menurut kepercayaan masyarakat, arwah nenek moyang akan marah dan murkah jika ada orang yang melecehkan mesjid peninggalan sejarah ini. Pada saat ini, mesjid Kurang Aso 60 tetap terawat dengan baik meskipun sudah tidak difungsikan lagi. Karena di samping mesjid itu sudah dibangun sebuah mesjid baru moderen kendati begitu nama dari kedua mesjid ini tetaplah sama, yakni Mesjid Kurang Aso 60. Masyarakat Pasir Talang menggunakan mesjid yang baru untuk beribadah dan sebagai tempat berkumpul menggantikan fungsi mesjid lama
Masjid Kurang Aso 60 di samping sebagai tempat ibadah juga dipergunakan sebagai tempat upacara adat, seperti upacara makan-makan turun ke sawah, mambantai kabau nan gadang. Masjid ini adalah perwujudan Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah. Bangunan masjid ini sarat dengan makna, pada setiap bagian bangunan tersirat lambang-lambang (falsafah) yang mengandung arti dan masih dapat ditafsirkan sampai saat ini, seperti:
1. Ukuran masjid 17m x 17m adalah melambangkan jumlah rakaat sholat wajib dalam sehari-semalam.
2. Lantai masjid terdiri dari tiga tingkat melambangkan tingkatan ajaran Islam, yaitu syari’at, hakikat dan ma’rifat. Dari lantai dasar naik ke lantai satu disediakan tangga kayu yang dapat digunakan oleh semua orang, jumlah anak tangganya sebanyak 6 buah, melambangkan rukun iman. Sedangkan untuk naik dari lantai satu ke lantai dua tidak disediakan tangga, yang ada hanya berupa kayu yang ditekuk pada tonggak Machu, ini melambangkan usaha, bahwa untuk sampai ke tingkat ma’rifat seseorang harus tekun dan berusaha serius untuk mencapainya. Jumlah tekukan kayu di tonggak Machu berjumlah 5 buah, melambangkan rukun Islam.
3. Atap berbentuk limas bersusun tiga, melambangkan susunan masyarakat adat di Alam Surambi Sungai Pagu yang terdiri dari Suku, Paruik dan Anak Paruik, sedangkan atap Miqrab berbentuk puncak rumah gadang melambangkan adat Minangkabau.
4. Pintu masjid berjumlah tiga buah, pintu utama terdapat di depan menghadap ke halaman, dua buah pintu lagi terdapat di sisi Utara dan Selatan. Pintu utama adalah tempat masuk tamu dan rajo, sedangkan pintu sebelah Utara tempat masuk suku Melayu dan Panai, pintu sebelah Selatan tempat masuk suku Kampai dan Tigo Lareh Bakapanjangan. Aturan ini hanya berlaku apabila berlangsung upacara adat. Pintu utama letaknya tidak simetris tapi agak berat ke Utara, melambangkan sejarah keberadaan suku Melayu sebagai pendahulu suku. Pintu utama terdiri dari dua gerbang, melambangkan Dua Balahan Gadang suku yang ada di Sungai Pagu.
5. Tingkok, pada lantai dasar di dinding bagian depan terdapat lima buah tingkok, dua tingkok disisi Utara pintu utama melambangkan rakaat sholat Subuh, sedangkan tiga tingkok di sisi Selatan pintu utama melambangkan rakaat sholat Maqrib. Subuh di pagi hari, Maqrib di sore hari digambarkan pada arah dari Utara ke Selatan, juga melambangkan sejarah keberadaan suku Melayu sebagai pendahulu suku yang ada. Begitu juga tingkok yang terdapat di kedua sisi dinding Utara dan Selatan masing-masing berjumlah lima buah, juga melambangkan rotasi kehidupan manusia, waktu Subuh dan Maqrib berakhir ke arah Miqrab. Pada lantai dua di dinding bagian depan terdapat empat tingkok, begitu juga di dinding sisi Utara dan sisi Selatan, ini melambangkan empat rakaat Sholat wajib seperti, Zuhur, Ashar dan Isha. Pada lantai tiga terdapat dua tingkok melambangkan rakaat Sholat Sunnah. Sedangkan satu tingkok yang terdapat di tingkat Qubah yang dipergunakan sebagai tempat Azan, melambangkan ketauhidan ke Esa-an Allah.
6. Qubah, bagian qubah yang terdapat paling atas, terletak di atas tiga undakan atap limas melambangkan Rajo Nan Barampek Sedaulat. Qubah ini diletakkan di atas ujung tonggak Machu, melambangkan pucuak bulek urek tunggang, bahwa Rajo Nan Barampek berfungsi sebagai pucuk pimpinan adat pada setiap sukunya. Di ke empat sudut atap qubah terdapat sondak langik tiang bubungan sebanyak empat buah, dua buah berbentuk bulat dan dua buah berbentuk runcing, melambangkan dua Balahan Gadang Suku yang menggunakan paham kelarasan Koto-Piliang (digambarkan runcing) dan Bodi-Caniago (digambarkan bulat).
7. Ruang, secara garis besar ruangannya dibagi atas enam bagian memanjang ke arah miqrob yang dibatasi oleh tonggak, dua bagian ruang sisi Utara adalah tempat duduk suku Melayu dan Panai, dua bagian ruang sisi Selatan tempat duduk suku Kampai dan Tigo Lareh Bakapanjangan. Sedangkan dua ruang yang ada di bagian tengah diperuntukan untuk duduk tamu. Aturan ini berlaku apabila berlangsung upacara adat.
Jika ingin berkunjung ke Masjid Kurang Aso 60, maka jarak yang dapat di tempuh dari Kota Padang yaitu kira-kira 131Km/jam. Sarana yang dapat digunakan untuk berkunjung kesana yaitu travel, dengan menggunakan jasa travel waktu yang digunakan untuk sampai disana kira-kira 5 jam, dan biaya yang di keluarkan untuk biaya travel tersebut sebesar Rp. 40. 000. Selain menggunakan jasa travel, Mesjid Kurang Aso 60 tersebut juga dapat ditempuh dengan menggunakan sepeda motor. Waktu yang digunakan untuk menempuh nya kira-kira 3-4 jam. Dalam perjalanan menuju Masjid Kurang Aso 60, akan banyak melihat keindahan pemandangan alam disana. Keindahan tersebut mulai terlihat dari Gunung Talang yang menjulang tinggi, suananya yang sejuk dan puncak gunung yang diselimut oleh awan di pagi hari sangat menakjubkan. Selain keidahan Gunung Talang terdapat juga hamparan luas kebun teh yang hijau dan menyejukkna mata. Keindahan alamnya yang lain yaitu Danau Atas Danau Bawah yang menghampar menyejukkan mata.
Di sekitar wilayah Masjid Kurang Aso 60 juga terdapat penginapan-penginapan yang harganya terjangkau bagi pengunjung yaitu kira-kira Rp. 150.000 per hari. Lokasi penginapan tersebut terdapat di daerah Laweh Bauah yaitu kira-kira 1Km dari lokasi Mesjid Kurang Aso 60. Di sepanjang perjalanan menuju Masjid Kurang Aso tersebut terdapat beberapa rumah makan yang dapat disinggahi untuk beristirahat sejenak. Suasana alam di tempat ini yang sejuk dapat menambah selera makan para pengunjung. Pengunjung dapat menikmati santapan khas masakan Minangkabau seperti gulai kuniang lauak nila yang dipadu dengan potongan cabe rawit nan pedas. Pengunjung pasti akan berkeringat saat menyantap hidangan ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar