Kurang Aso 60
Solok Selatan terkenal dengan sebutan “Alam Surambi Sungai Pagu”.
Salah satu kecamatan di kabupaten ini bernama Kecamatan Sungai Pagu yang
disebut orang Alam Surambi Sungai Pagu. Salah satu bangunan bersejarah
dari daerah ini adalah Mesjid kuno yang diberi nama oleh masyarakatnya
”Mesjid Kurang Aso 60”. Untuk mengetahui bagaimana sejarah berdirinya
mesjid ini ikutilah jejak sejarah berikut ini.
Mesjid Kurang Aso 60 yang berada di kecamatan Sungai Pagu, kenagarian
Pasir Talang dianggap sebagai bangunan pertama di alam Surambi Sungai
Pagu. Menurut catatan sejarah, mesjid ini dibangun sekitar 200 tahun
yang lalu oleh para ninik mamak. Pada awalnya ninik mamak ini berjumlah
60 orang, akan tetapi di dalam perjalanan mereka menuju tempat ini salah
seorang dari ninik mamak tersebut meninggal dunia. Sehingga jumlahnya
menjadi 59 orang. Itulah yang disebut dengan ”Kurang Aso 60”, maksudnya
kurang satu dari 60 orang. Pemberian nama kurang aso 60 dimaksudkan
untuk mengenang ninik mamak yang meninggal di perjalanan tadi.
Sampai sekarang belum didapat kepastian kapan dibangunnya mesjid ini.
Ada yang berpendapat tahun 1988 H, tahun 1025 H, tahun 1496 H, bahkan
ada juga yang berpendapat tahun 1592 H. Pada awalnya mesjid ini
beratapkan ijuk dan bertingkat empat yang melambangkan suku ampek, koto
ampek, dan rajo ampek. Dindingnya terbuat dari papan yang penuh dengan
ukiran bunga teratai kombinasi dengan tabung mambacuik.
Panjang mesjid Kurang Aso 60 ini 15,5 x 14 m dan di belakang mihrabnya
terdapat makam Syeh Maulana Syofi dengan ukuran makam 4 x 2,7 m. Syeh
Maulana Syofi adalah orang yang menyebarkan agama islam di daerah Sungai
Pagu. Beliau salah satu dari rombongan ninik mamak yang berjumlah 60
orang tadi. Masyarakat Sungai Pagu menganggap mesjid ini keramat, tidak
boleh sembarangan orang yang memasukinya. Bangunan Masjid Kurang Aso 60
yang memiliki model campuran Arsitektur Hindu-Jawa (atap Joglo),
Klenteng Cina (lengkung jurai atap) dan dipadu dengan Arsitektur
tradisional Minangkabau.
Satu hal yang harus diingat adalah orang yang memasuki mesjid kuno
tersebut tidak boleh berkata-kata kotor dan bersikap takabur. Menurut
kepercayaan masyarakat, arwah nenek moyang akan marah dan murkah jika
ada orang yang melecehkan mesjid peninggalan sejarah ini. Pada saat ini,
mesjid Kurang Aso 60 tetap terawat dengan baik meskipun sudah tidak
difungsikan lagi. Karena di samping mesjid itu sudah dibangun sebuah
mesjid baru moderen kendati begitu nama dari kedua mesjid ini tetaplah
sama, yakni Mesjid Kurang Aso 60. Masyarakat Pasir Talang menggunakan
mesjid yang baru untuk beribadah dan sebagai tempat berkumpul
menggantikan fungsi mesjid lama
Masjid Kurang Aso 60 di samping sebagai tempat ibadah juga dipergunakan
sebagai tempat upacara adat, seperti upacara makan-makan turun ke sawah,
mambantai kabau nan gadang. Masjid ini adalah perwujudan Adat Basandi
Syarak Syarak Basandi Kitabullah. Bangunan masjid ini sarat dengan
makna, pada setiap bagian bangunan tersirat lambang-lambang (falsafah)
yang mengandung arti dan masih dapat ditafsirkan sampai saat ini,
seperti:
1. Ukuran masjid 17m x 17m adalah melambangkan jumlah rakaat sholat wajib dalam sehari-semalam.
2. Lantai masjid terdiri dari tiga tingkat melambangkan tingkatan ajaran
Islam, yaitu syari’at, hakikat dan ma’rifat. Dari lantai dasar naik ke
lantai satu disediakan tangga kayu yang dapat digunakan oleh semua
orang, jumlah anak tangganya sebanyak 6 buah, melambangkan rukun iman.
Sedangkan untuk naik dari lantai satu ke lantai dua tidak disediakan
tangga, yang ada hanya berupa kayu yang ditekuk pada tonggak Machu, ini
melambangkan usaha, bahwa untuk sampai ke tingkat ma’rifat seseorang
harus tekun dan berusaha serius untuk mencapainya. Jumlah tekukan kayu
di tonggak Machu berjumlah 5 buah, melambangkan rukun Islam.
3. Atap berbentuk limas bersusun tiga, melambangkan susunan masyarakat
adat di Alam Surambi Sungai Pagu yang terdiri dari Suku, Paruik dan Anak
Paruik, sedangkan atap Miqrab berbentuk puncak rumah gadang
melambangkan adat Minangkabau.
4. Pintu masjid berjumlah tiga buah, pintu utama terdapat di depan
menghadap ke halaman, dua buah pintu lagi terdapat di sisi Utara dan
Selatan. Pintu utama adalah tempat masuk tamu dan rajo, sedangkan pintu
sebelah Utara tempat masuk suku Melayu dan Panai, pintu sebelah Selatan
tempat masuk suku Kampai dan Tigo Lareh Bakapanjangan. Aturan ini hanya
berlaku apabila berlangsung upacara adat. Pintu utama letaknya tidak
simetris tapi agak berat ke Utara, melambangkan sejarah keberadaan suku
Melayu sebagai pendahulu suku. Pintu utama terdiri dari dua gerbang,
melambangkan Dua Balahan Gadang suku yang ada di Sungai Pagu.
5. Tingkok, pada lantai dasar di dinding bagian depan terdapat lima buah
tingkok, dua tingkok disisi Utara pintu utama melambangkan rakaat
sholat Subuh, sedangkan tiga tingkok di sisi Selatan pintu utama
melambangkan rakaat sholat Maqrib. Subuh di pagi hari, Maqrib di sore
hari digambarkan pada arah dari Utara ke Selatan, juga melambangkan
sejarah keberadaan suku Melayu sebagai pendahulu suku yang ada. Begitu
juga tingkok yang terdapat di kedua sisi dinding Utara dan Selatan
masing-masing berjumlah lima buah, juga melambangkan rotasi kehidupan
manusia, waktu Subuh dan Maqrib berakhir ke arah Miqrab. Pada lantai dua
di dinding bagian depan terdapat empat tingkok, begitu juga di dinding
sisi Utara dan sisi Selatan, ini melambangkan empat rakaat Sholat wajib
seperti, Zuhur, Ashar dan Isha. Pada lantai tiga terdapat dua tingkok
melambangkan rakaat Sholat Sunnah. Sedangkan satu tingkok yang terdapat
di tingkat Qubah yang dipergunakan sebagai tempat Azan, melambangkan
ketauhidan ke Esa-an Allah.
6. Qubah, bagian qubah yang terdapat paling atas, terletak di atas tiga
undakan atap limas melambangkan Rajo Nan Barampek Sedaulat. Qubah ini
diletakkan di atas ujung tonggak Machu, melambangkan pucuak bulek urek
tunggang, bahwa Rajo Nan Barampek berfungsi sebagai pucuk pimpinan adat
pada setiap sukunya. Di ke empat sudut atap qubah terdapat sondak langik
tiang bubungan sebanyak empat buah, dua buah berbentuk bulat dan dua
buah berbentuk runcing, melambangkan dua Balahan Gadang Suku yang
menggunakan paham kelarasan Koto-Piliang (digambarkan runcing) dan
Bodi-Caniago (digambarkan bulat).
7. Ruang, secara garis besar ruangannya dibagi atas enam bagian
memanjang ke arah miqrob yang dibatasi oleh tonggak, dua bagian ruang
sisi Utara adalah tempat duduk suku Melayu dan Panai, dua bagian ruang
sisi Selatan tempat duduk suku Kampai dan Tigo Lareh Bakapanjangan.
Sedangkan dua ruang yang ada di bagian tengah diperuntukan untuk duduk
tamu. Aturan ini berlaku apabila berlangsung upacara adat.
Jika ingin berkunjung ke Masjid Kurang Aso 60, maka jarak yang dapat di
tempuh dari Kota Padang yaitu kira-kira 131Km/jam. Sarana yang dapat
digunakan untuk berkunjung kesana yaitu travel, dengan menggunakan jasa
travel waktu yang digunakan untuk sampai disana kira-kira 5 jam, dan
biaya yang di keluarkan untuk biaya travel tersebut sebesar Rp. 40. 000.
Selain menggunakan jasa travel, Mesjid Kurang Aso 60 tersebut juga
dapat ditempuh dengan menggunakan sepeda motor. Waktu yang digunakan
untuk menempuh nya kira-kira 3-4 jam. Dalam perjalanan menuju Masjid
Kurang Aso 60, akan banyak melihat keindahan pemandangan alam disana.
Keindahan tersebut mulai terlihat dari Gunung Talang yang menjulang
tinggi, suananya yang sejuk dan puncak gunung yang diselimut oleh awan
di pagi hari sangat menakjubkan. Selain keidahan Gunung Talang terdapat
juga hamparan luas kebun teh yang hijau dan menyejukkna mata. Keindahan
alamnya yang lain yaitu Danau Atas Danau Bawah yang menghampar
menyejukkan mata.
Di sekitar wilayah Masjid Kurang Aso 60 juga terdapat
penginapan-penginapan yang harganya terjangkau bagi pengunjung yaitu
kira-kira Rp. 150.000 per hari. Lokasi penginapan tersebut terdapat di
daerah Laweh Bauah yaitu kira-kira 1Km dari lokasi Mesjid Kurang Aso 60.
Di sepanjang perjalanan menuju Masjid Kurang Aso tersebut terdapat
beberapa rumah makan yang dapat disinggahi untuk beristirahat sejenak.
Suasana alam di tempat ini yang sejuk dapat menambah selera makan para
pengunjung. Pengunjung dapat menikmati santapan khas masakan Minangkabau
seperti gulai kuniang lauak nila yang dipadu dengan potongan cabe rawit
nan pedas. Pengunjung pasti akan berkeringat saat menyantap hidangan
ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar